FENOMENA BROKEN HOME DI LINGKUNGAN MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA TERHADAP INDIVIDU (REMAJA) - Tugas

FENOMENA BROKEN HOME DI LINGKUNGAN MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA TERHADAP INDIVIDU (REMAJA)

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, dan tanggung jawab di antara individu tersebut.
            Keluarga merupakan tempat pertama anak-anak mendapat pengalaman dini langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari. Peranan keluarga bukan saja berupa peranan-peranan yang bersifat intern antara orang tua dan anak, serta antara yang anak satu dengan anak yang lain. Keluarga juga merupakan medium untuk menghubungkan kehidupan anak dengan kehidupan di masyarakat, dengan kelompok-kelompok sepermainan, lembaga-lembaga sosial seperti lembaga agama, sekolah dan masyarakat yang lebih luas.
Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anaknya agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar melalui penanaman disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi si anak.
Awal mula terbentuknya suatu keluarga didasari oleh kebutuhan dasar setiap individu. Rogers (Calvin dan Gardner, 1993) mengatakan setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain.  Kebutuhan inilah yang diharapkan individu dapat terpenuhi dalam membangun suatu keluarga. Dengan perkawinan yang harmonis maka kebutuhan kebutuhan tersebut akan terpenuhi. Karena itulah pada dasarnya setiap pasangan menginginkan perkawinan mereka berjalan lancar. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa banyak pasangan suami istri yang gagal mempertahankan biduk perkawinannya karena berbagai hal.
Broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat. Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian dan akan sangat berdampak kepada anak-anaknya khususnya remaja.
B.  Tujuan Penulisan
1.      Mengerti pengertian broken home
2.      Mengetahui dampak dampak terjadinya broken home
3.      Mengetahui dampak dampak terjadinya broken home terhadap perkembangan individu khususnya para remaja
4.      Dan mengetahui peranan sosial terhadap keluarga yang broken home.

C.  Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar adalah untuk mengetahui, dan menganalisis lebih jauh permasalah yang kami ingin bahas yakni Broken Home. Selain itu dalam makalah ini kami ingin menyelipkan arti dan peran keluarga terhadap perkembangan psikis dan psikologis individu khususnya para remaja. Sehingga kami mengharapkan dengan makalah ini, kami bisa memahami bahwa semua permasalah keluarga itu bersumber dari keluarga itu sendiri dan solusi terbaik untuk memecahkan semua permasalahan itu adalah keluarga itu sendiri juga.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.    Pengertian Broken Home
                  Arti broken home dalam bahasa Indonesia adalah perpecahan dalam keluarga. Broken home dapat juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian.
 Istilah “Broken Home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera akibat sering terjadi konflik yang menyebabkan pada pertengkaran yang bahkan dapat berujung pada perceraian. Hal iniakan berdampak besar terhadap suasana rumah yang tidak lagi kondusif, orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya sehingga berdampak pada perkembangan anak khususnya anak remaja. Orang tua adalah panutan dan teladan bagi perkembangan remaja terutama pada perkembangan psikis dan emosi, orang tua adalah pembentukan karakter yang terdekat. Jika remaja diharapkan pada kondisi “broken home” dimana orang tua mereka tidak lagi menjadi panutan bagi dirinya maka akan berdampak besar pada perkembangan dirinya. Dampak psikis yang dialami oleh remaja yang mengalami broken home, remaja menjadi lebih pendiam, pemalu, bahkan despresi berkepanjangan. Faktor lingkungan tempat remaja bergaul adalah sarana lain jika orang tua sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Jika remaja berada di lingkungan pergaulan yang negatif, karena keadaannya labil maka tidak menutup kemungkinan remaja akan tercebur dalam lembah pergaulan yang tidak baik.           
Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka hanya ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.

2.     Penyebab Broken Home
            Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak.  Maka dari itu mereka berusaha untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. Tetapi sayang, sebagian dari mereka melakukan cara yang salah misalnya : mencari perhatian guru dengan bertindak brutal di dalam kelas, bertindak aneh agar mendapat perhatian orang lain, dll.

Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
a. Orang tua yang bercerai
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.

b. Kebudayaan bisu dalam keluarga
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja.
Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.

c. Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri.

d. Adanya Masalah Ekonomi
Adanya Masalah Ekonomi Dalam suatu keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Istri banyak menuntut hal-hal diluar makan dan minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya dapat memberikan makan dan rumah petak tempat berlindung yang sewanya terjangkau. Karena suami tidak sanggup memenuhi tuntutan istri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami-istri yang sering menjurus kearah perceraian.

e. Adanya Masalah Pendidikan
Adanya Masalah Pendidikan Masalah pendidikan sering menjadi penyebab terjadinya brokenhome. Jika pendidikan agak lumayan pada suami istri maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami lika-liku keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan bila terjadi persoalan dikeluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin akan menimbulkan perceraian. Jika pendidikan agama ada atau lumayan mungkin sekali kelemahan dibanding pendidikan akan diatasi. Artinya suami istri akan dapat mengekang nafsu masing-masing sehingga pertengkaran dapat dihindari.

BAB III
PEMBAHASAN

       i.            Pengertian dan Realita Keadaan Keluarga Broken Home

Tak luput dari realitas bahwa semakin hari, faktanya semakin banyak keluarga yang mengalami broken home. Beberapa kasus diantaranya mungkin disebabkan perbedaan prinsip hidup, dan diantara lainnya bisa disebabkan oleh masalah-masalah pengaturan keluarga. Akan tetapi, yang jelas kasus-kasus broken home itu sama halnya dengan kasus-kasus sosial lainnya, yaitu sifatnya multifaktoral. Satu hal yang pasti, hubungan interpersonal diantara suami-istri dalam keluarga broken home telah semakin memburuk.
Memburuknya komunikasi diantara suami istri ini seringkali menjadi pemicu utama dalam keluarga broken home. Hartley (1993) melalui Sarwono menjelaskan peranan penting rasa saling percaya, saling terbuka, dan saling suka diantara kedua pihak agar terjadi komunikasi yang efektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpasangan merupakan sarana penting dalam menuju hubungan antarpasangan yang efektif.
Dari semua fenomena di atas, akan bisa berdampak pada perkembangan psikologis anak dalam keluarga itu. Remajalah yang dalam hal ini sangat rentan. Masa remaja, seperti yang dikatakan oleh Erickson bahwa masa remaja merupakan masa pencarian identitas. Masa remaja ditandai dengan pergolakan internal untuk menemukan identitas dirinya berkaitan dengan eksistensi hidupnya. Pengaruh faktor broken home keluarga akan berdampak langsung terhadap remaja sehinggga para remaja akan mengalami fase yang disebut dengan fase kebingungan ditamabah dengan lingkungan yang buruk akan memperparah dampak buruk tersebut.
Ayah, ibu, dan anak adalah keluarga inti yang merupakan organisasi terkecil dalam kehidupan bermasyarakat. Pada hakikatnya, keluarga merupakan wadah pertama dan utama yang fundamental bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Di dalam keluarga, anak akan mendapatkan pendidikan pertama mengenai berbagai tatanan kehidupan yang ada di masyarakat. Keluargalah yang mengenalkan anak akan aturan agama, etika sopan santun, aturan bermasyarakat, dan aturan-aturan tidak tertulis lainnya yang diharapkan dapat menjadi landasan kepribadian anak dalam menghadapi lingkungan. Keluarga juga yang akan menjadi motivator terbesar yang tiada henti saat anak membutuhkan dukungan dalam menjalani kehidupan.
Namun, melihat kondisi masyarakat saat ini, fungsi keluarga sudah mulai tergeser keberadaannya. Semua anggota keluarga khususnya orangtua menjadi sibuk dengan aktivitas pekerjaannya dengan alasan untuk menafkahi keluarga. Peran ayah sebagai kepala keluarga menjadi tidak jelas keberadaannya, karena seringkali ayah zaman sekarang bekerja di luar kota dan hanya pulang satu minggu sekali ataupun pergi pagi dan pulang larut malam. Ibulah yang menggantikan peran ayah di rumah dalam mendidik serta mengatur seluruh kepentingan anggota keluarganya.
Masalah akan semakin berkembang tatkala ibupun menjadi seorang wanita pekerja dengan berdalih membantu perekonomian keluarga ataupun berambisi menjadi wanita karir, sehingga melupakan anak dan keluarganya. Banyak ditemukan ibu menjadi seorang super woman yang bekerja dua puluh empat jam sehari tanpa henti, barangkali waktu istirahat ibu hanyalah beberapa jam dalam sehari. Itupun jika ibu mampu dengan cerdas mengelola waktu bekerja di luar rumah dan bekerja di rumah tangganya. Ketika ayah dan ibu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, lalu ke manakah anak-anak mereka? Anak yang seharusnya memiliki hak mendapatkan kehangatan dalam keluarganya.
Kecenderungan yang terjadi, keluarga menjadi pecah dan tidak jelas keberadaannya. Ketika ayah dan ibu sudah tidak dapat berkomunikasi dengan baik, karena kesibukan masing-masing atau karena egonya, maka mereka memilih untuk bercerai. Namun, di saat orangtua dapat mempertahankan keluarganya secara utuh tanpa ada komunikasi yang hangat antara anggota keluarganya, secara psikologis merekapun bercerai.
Oleh karena orangtua tidak punya waktu banyak untuk berdialog, berdiskusi atau bahkan hanya untuk saling bertegur sapa. Saat orangtua pulang bekerja, anak sudah tertidur dengan lelapnya dan saat anak terbangun tidak jarang orangtua sudah pergi bekerja atau anaknya yang harus pergi ke sekolah. Ketika anak protes dan mengeluh, orangtua hanya cukup memberikan pengertian bahwa ayah dan ibu bekerja untuk kepentingan anak dan keluarga juga. Orangtua zaman sekarang sering merasa kesulitan mengerti keinginan anaknya, tanpa mereka sadari bahwa orangtualah yang selalu membuat anak harus mengerti keadaan orangtuanya.
Anak yang broken home bukanlah hanya anak yang berasal dari ayah dan ibunya bercerai, namun anak yang berasal dari keluarga yang tidak utuh, dimana ayah dan ibunya tidak dapat berperan dan berfungsi sebagai orangtua yang sebenarnya. Tidak dapat dimungkiri kebutuhan ekonomi yang semakin sulit membuat setiap orang bekerja semakin keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun, orangtua seringkali tidak menyadari kebutuhan psikologis anak yang sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan hidup. Anak membutuhkan kasih sayang berupa perhatian, sentuhan, teguran dan arahan dari ayah dan ibunya, bukan hanya dari pengasuhnya atau pun dari nenek kakeknya.
Perhatian yang diperlukan anak dari orangtuanya adalah disayangi dengan sepenuh hati dalam bentuk komunikasi verbal secara langsung dengan anak, meski hanya untuk menanyakan aktivitas sehari-harinya. Menanyakan sekolahnya, temannya, gurunya, mainannya, kesenangannya, hobinya, cita-cita dan keinginannya. Ada anak di sekolah yang merasa aneh, jika temannya mendapatkan perhatian seperti itu dari orangtuanya, karena zaman sekarang hal tersebut menjadi sangat mahal harganya dan tidak semua anak mendapatkannya.
Anak sangat membutuhkan sentuhan dari orangtuanya, dalam bentuk sentuhan hati yang berupa empati dan simpati untuk membuat anak menjadi peka terhadap lingkungannya. Selain itu, belaian, pelukan, ciuman, kecupan, dan senyuman diperlukan untuk membuat kehangatan jiwa dalam diri anak dan membantu anak dalam menguasai emosinya.
Arahan dibutuhkan oleh anak untuk memberikan pemahaman bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada aturan tidak tertulis yang harus ditaati dan disebut sebagai norma masyarakat. Norma agama, norma sosial, norma adat atau budaya dan norma hukum sebaiknya diberikan kepada anak sejak masih usia kecil. Dengan diberikannya pemahaman dalam usia sedini mungkin, diharapkan anak dapat menjadi warga masyarakat yang baik, khususnya saat anak mulai mengenal lingkungan selain keluarganya.
Jika anak melanggar norma tersebut, sudah merupakan kewajiban orangtua sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya untuk memberikan teguran yang disertai penjelasan logis sesuai dengan perkembangan usianya supaya anak mengerti dan memahami bagaimana bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma masyarakat.
Dampak dari keegoisan dan kesibukan orangtua serta kurangnya waktu untuk anak dalam memberikan kebutuhannya menjadikan anak memiliki karakter mudah emosi (sensitif), kurang konsentrasi belajar, tidak peduli terhadap lingkungan dan sesamanya, tidak tahu sopan santun, tidak tahu etika bermasyarakat, mudah marah dan cepat tersinggung, senang mencari perhatian orang, ingin menang sendiri, susah diatur, suka melawan orang tua, tidak memiliki tujuan hidup, dan kurang memiliki daya juang.
Solusi terbaik untuk anak-anak tersebut bukanlah psikolog, guru dan ulama, melainkan orangtua yaitu ayah dan ibunya di rumah yang dapat berperan dan berfungsi selayaknya orang tua. Anak-anak tidak akan berbicara secara verbal mengenai kebutuhan dan keinginan hati kecilnya, tetapi mereka akan berbicara dalam bentuk perilaku yang diperlihatkannya dalam keseharian. Alangkah bahagia dan senangnya anak-anak, jika orangtua dapat mengerti dan memahami fungsi dan peran orang tua sebagaimana mestinya. Andai saja orangtua dapat mengurangi keegoisannya dan menyisihkan waktu memenuhi kebutuhan psikologis anak-anaknya, maka anak akan menjadi generasi yang berintelektual tinggi dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan harapan dan cita-cita orangtuanya.

     ii.            Dampak Broken Home Pada Perkembangan Remaja dalam kehidupan sosial

Keadaan keluaraga yang buruk adalah suatu penderitaan atau pengalaman tramatis bagi anak. Perceraian orang tua membuat tempramen anak terpengaruh, pengaruh yang tampak secara jelas dalam perkembangan emosi itu membuat anak menjadi pemurung, pemalas (menjadi agresif) yang ingin mencari perhatian orang tua / orang lain. Mencari jati diri dalam suasana rumah tangga yang tumpang dan kurang serasi. Peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidakstabilan emosi. Ketidakberartian pada diri remaja akan mudah timbul, sehingga dalam menjalani kehidupan remaja merasa bahwa dirinya adalah pihak yang tidak diharapkan dalam kehidupan ini. Remaja yang kebutuhannya kurang dipenuhi oleh orang tua, emosi marahnya akan mudah terpancing.
Dampak keluarga Broken Home terhadap perkembangan sosial remaja adalah:
1.      Psychological disorder (Gangguan Psikologis).
Tidak dapat dipungkiri bahwa anak broken home akan mengalami gangguan secara psikologis. Meskipun kebutuhan fisiologi terpenuhi dengan baik, anak tidak akan berkembang dengan baik ketikan kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi. Anak broken home memiliki kecenderungan agresif, introvert, menolak untuk berkomitmen, labil, tempramen, emosional, sensitif, apatis, dan lain-lain.
2.        Academic problem (masalah akademik).
Faktor motivasi eksternal terbesar untuk anak adalah keluarga. Dan ketika keluarga mengalami disfungsional maka anak broken home akan cenderung menjadi pemalas dan memiliki motivasi berprestas yang rendah.
3.      Behavioral problem (perilaku menyimpang).
Anak broken home adalah anak yang memang kurang perhatian. Akibatnya anak memiliki self esteem dan self confident rendah, konsep dirinya pun negatif. Begitu di luar (rumah), anak semacam over kompensasi, mencari pengakuan dan penghargaan diri dari lingkungan sekitarnya, sehingga anak broken home memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku-perilaku menyimpang seperti bullying, memberontak, bersikap apatis terhadap lingkungan, bersikap destruktif  terhadap diri dan lingkungannya, misalnya dengan mulai merokok, minum minuman keras, judi, free sex (seks bebas). Mereka melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut tanpa pernah tahu apa yang baik dan yang buruk. Persis seperti seorang anak yang menangis dan butuh pelukan ibunya, tapi dia tidak mendapatkannya, oleh karena itu anak broken home akan berterimakasih kepada siapapun yang mau memeluknya, dan kadang wujud si ibu itu adalah ‘narkoba’ dan ’seks bebas’.
4.      Membenci orang tuanya
Dengan kondisi mental yang masih sangat labil, seorang anak bisa jadi akan membenci ayah, ibu, atau bahkan kedua orang tuanya saat terjadi broken home. Ia belum bisa memahami dan menerima apa yang sebenarnya terjadi. Sehingga ia akan menganggap semua yang terjadi adalah kesalahan salah satu atau kedua orang tuanya.
5.      Mudah mendapat pengaruh buruk lingkungan
Saat rumah tidak lagi terasa nyaman, seorang anak akan berusaha mencari tempat lain untuk saling berbagi maupun menghibur diri. Pada kondisi seperti ini, biasanya lingkungan teman sepermainan sering menjadi tujuan mereka. Dan jika lingkungan tersebut tidak baik, maka akan sangat mudah bagi seorang anak untuk terpengaruh hal-hal yang menyimpang.  Misalnya mulai mencoba merokok, berjudi, minum-minuman keras, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, bahkan menjajal seks bebas atau pergi ke tempat pelacuran sebagai pelarian baginya untuk mendapat kebahagiaan.

  iii.            Peran dan  Dukungan Sosial Terhadap Anak Pada Keluarga Broken Home
Dalam psikologi individual yang dikemukakan oleh Alfred Adler (melalui Hall, 1993) disebutkan bahwa lingkungan sosial memainkan peran penting dalam perkembangan individu dalam rentang yang ada. Manusia pertama-tama dimotivasi oleh dorongan-dorongan sosialnya.
Ini menjelaskan bahwa dukungan sosial sangat penting bagi remaja dalam keluarga broken home. Dengan adanya dukungan sosial dari lingkungan sosialnya, maka pengalaman dalam hal problem solving masalah keluarga yang dihadapinya akan didapatkannya. Lingkungan sosial juga akan memberikan motivasi untuk remaja bahwa masalah tersebut bukanlah akhir dari segalanya.
 Peranan masyarakat dalam kehidupan anak yang mengalami masalah broken home dapat dilakukan dengan cara cara yang sederhana misalnya dengan membantu si anak tersebut untuk berani bercerita, berani untuk keluar dari rasa takutnya, memotivasi si anak bahwa masalah ini bukan akhir dari segalanya masih panjang hari kedepannya. Dengan cara cara pendekatan sederhana tersebut diharapkan bahwa si anak tersebut tidak akan mengalami kondisi psikis dan psikologis yang memburuk akibat kondisi keluarganya karena si anak tersebut merasa bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi masalah tersebut dan  masih banyak orang disekitar yang menyayanginya.

  iv.            Solusi  Meminimalisir  Dampak  Negatif  Terhadap  Remaja Broken  Home
Tentunya sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam hal - hal negatif dalam masa peralihannya. Namun, salah satu penyebab utama mengapa remaja seperti itu adalah kurangnya perhatian dan kasih saying orang tua. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orang tua. Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian, pujian, dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarganya, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat kuat. Pada saat pengakuan, perhatian, dan kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka mereka akan mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling mudah mereka temukan untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan teman sebayanya. Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak broken home tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensy.
Remaja  adalah aset yang berharga, generasi penerus bangsa yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Dan semua itu bergantung pada keluarga. Sudah selayaknya orang tua menyadari bahwa mereka memiliki kebutuhan yang tidak sebatas pada kebutuhan materi, tetapi juga kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian orang tua. Meskipun ada beberapa anak broken home yang mempu bertahan dan tidak melakukan penyimpangan, namun orang tua hendaknya mampu mempertimbangkan kepentingan dan hak-hak anak ketika akan melakukan sesuatu. Broken home adalah permasalahan yang bersumber dari keluarga, oleh karena itu solusi terbaik untuk anak-anak tersebut bukanlah psikolog, guru dan ulama, melainkan orang tua yaitu ayah dan ibunya di rumah yang dapat berperan dan berfungsi selayaknya orang tua. 

















BAB IV
PENUTUP

1.   Kesimpulan

Dari semua pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa broken home terjadi bukan hanya karena kasus perceraian orangtua saja, melainkan juga karena anak kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya ataupun memudarnya kehangatan sebuah keluarga. Kasus broken home yang marak terjadi dikalangan masyarakat besar sangat merugikan faktor psikologi anak yang menjadi korban rusaknya rumah tangga orang tuanya. Banyak orang tua yang lebih mementingkan mencari materi sehingga mereka menyampingkan kebutuhan utama si anak yakni kebutuhan akan kasih sayang. Fenomena diatas akan menyebabkan anak akan mencari kebutuhan kasih sayang tersebut di lingkungan luar yang rawan akan menyebabakan kasus kasus yang tidak diinginkan.

2.    Saran
Broken home adalah permasalahan yang bersumber dari keluarga, oleh karena itu solusi terbaik untuk anak-anak tersebut bukanlah psikolog, guru dan ulama, melainkan orang tua yaitu ayah dan ibunya di rumah yang dapat berperan dan berfungsi selayaknya orang tua. Selain itu sebaiknya para orangtua harus menyadari dan menyampingkan ego masing masing bahwa semua yang mereka lakukan akan berdampak pula kepada anak anak mereka.
Sebagai Anak atau remaja yang berda dalam kondisi keluarga yang broken home, harus menyikapi dan menghadapi keadaan tersebut dengan sikap yang positif agar tidak terjerumus kepergaulan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. jangan menatap masa lalu, berorientasilah ke masa depan. Masalah perceraian bukan milik Anda, melainkan milik orang tuan Anda. Tetap berhubungan baik dengan kedua orang tua, meskipun mereka telah berpisah. Harus tetap menghomati keduanya dengan segala kondisi yang ada, sekalipun mereka telah gagal dam menjalankan sebuah rumah tangga, dan belajarlah banyak dari kasus orangtua anda supaya kelak permasalah tersebut tidak terulang lagi dikehidupan anda kelak.





DAFTAR PUSTAKA




Categories:

Leave a Reply

Biography

                                                             "Mother is a family hero" Hello Ladies and Gentleman, here I wan...